Orde Politik Sehat
Menurut M. Umer Chapra (1989), dalam Islam and Economic Development, orde politik sehat (healthy political order) adalah sebuah orde politik yang bertanggung jawab pada konstitusi, kekuasaan diyakini dan dijalankan sebagai amanah, musyawarah merupakan tumpuan utama penyelesaian berbagai persoalan, dan lahirnya persamaan individu di depan hukum.
Tujuan tertinggi dari kehadiran konstitusi di sebuah negara adalah terwujudnya kebahagiaan rakyat. Oleh adanya konstitusi, para pemegang kekuasaan dituntut untuk menunaikan segala sesuatu yang perlu dilaksanakan untuk mengusahakan kesejahteraan yang merata. Rakyat mengharap pemerintah tidak banyak melakukan sesuatu yang tidak perlu. Konstitusi mengamanahi pemegang kekuasaan untuk membahagiakan rakyat bukan memertahankan kekuasaan. Konstitusi “mengharamkan” penguasa berlogika “budak kekuasaan”, yaitu apapun tindakan yang dapat memertahankan dan melanggengkan kekuasaan harus diadakan, tidak perduli dengan urusan kebahagiaan rakyat.
Di orde politik sehat para pemegang kendali kekuasaan merasa sebagai pemikul amanah rakyat. Rakyat diberi ruang terbuka lebar untuk mengetahui dan mengontrol amanahnya. Mereka dipersilakan mengkritik para penerima amanah ketika terjadi kerancuan amanah. Ketika kekuasaan dipandang amanah, ia akan dianggap sebagai beban dari suatu kewajiban, bukan hak untuk dimanfaatkan secara sewenang-wenang, lebih-lebih dianggap sebagai lahan untuk mengambil keuntungan-keuntungan pribadi.
Celakanya, lumrah terjadi di kalangan para pemegang amanah mereka mudah lupa terhadap amanah yang diterimanya, sehingga kekuasaan yang diemban dipandang sebagai hak dirinya atau milik para penyokongnya. Hal ini akibat proses mendapatkan kekuasaan yang berbiaya tinggi dan banyak orang terlibat yang mesti disantuni dari hasil kekuasaan.
Di orde politik sehat urusan kolektif rakyat dikelola oleh kesepakatan bersama melalui mekanisme musyawarah, tidak diserahkan kepada satu orang atau kelompok. Di orde politik sehat tidak dikenal ada “sosok berpengaruh” atau kurang berpengaruh bagi penguasa. Yang berpengaruh hanyalah mekanisme konsultasi kolektif yang menempatkan rakyat sebagai “sosok” berpengaruh bagi kekuasaan.
Suatu kebijakan di orde politik sehat bukan lahir dari arahan atau pengaruh “sekretaris pribadi” atau mentor tertentu, melainkan lahir dari kemandirian sang pemimpin. Dalam hal ini seorang pemimpin kekuasaan bukan petugas dari suatu komunitas atau partai politik, melainkan sebagai sosok mandiri yang ditugaskan oleh dan untuk rakyat, karena ia datang dari rakyat.
Di orde politik sehat tidak akan lahir sebuah kebijakan yang lepas dari kontrol kesadaran pembuatnya. Tanda tangan yang dibubuhkan seorang pemimpin untuk suatu aturan kebijakan bukan dikendalikan oleh pembisik, melainkan hasil pembacaan yang cermat dan matang.
Di Orde politik sehat keadilan diberlakukan secara merata, tercipta persamaan individu di depan hukum yang dibuat secara sengaja dan sistematis, bukan hasil kebetulan. Dalam hal ini pemerintah menciptakan sistem yang memastikan bahwa semua orang merasa aman dari terzalimi dan takut berbuat zalim. Orang-orang benar tidak takut memperjuangkan kebenaran, sedangkan orang-orang salah tidak merasa jumawa dan aman akibat kolusi atau nepotisme dengan para pemangku keadilan. Para penggiat anti kezaliman tidak merasa khawatir dikriminalisasi tindakannya, sebab ada hukum dan keadilan yang memayunginya.
Di orde politik sehat negara benar-benar berposisi sebagai pemberi garansi keadilan, bukan penyangga “si kuat yang menang”. Di orde politik sehat hukum tegas dan bernyali kepada setiap orang, tanpa pandang bulu. Orang berduit dan tidak berduit diperlakukan sama di depan hukum. Ketegasan hukum tidak dikalahkan oleh opini. Kedaulatan hukum tidak luntur oleh “gertakan” dan rayuan negara lain, sehingga menyelamatkan rakyat sendiri lebih penting dibanding menyelamatkan rakyat orang lain yang secara objektif melanggar hukum. Para penegak hukum tidak dihinggapi rasa keraguan untuk berbuat yang terbaik bagi tegaknya keadilan, mereka tegak lurus di atas aturan yang berlaku. Kebenaran ditegakkan selurus-lurusnya, walaupun terasa pahit dan beresiko terhadap nama baik dan citra politik.
Ada satu kondisi yang merusak orde politik sehat, yaitu keberpihakan para ilmuwan akibat menjilat kekuasaan, dominasi orang-orang bermental korup di sektor-sektor kekuasaan, dan kuatnya iklim “semangat juang” untuk berburu keuntungan pribadi. Kondisi ini akan menciptakan orde politik sakit (sick political order), yaitu orde yang merendahkan konstitusi, menganggap kekuasaan sebagai hadiah, menyingkirkan partisipasi publik, dan menjadikan hukum sebagai alat untuk menekan lawan politik.
Murray Jardine (1998), dalam Speech and Political Practice Recovering the Place of Human Resposibility, menyebutkan, di orde politik sakit perilaku kekuasaan lebih didominasi oleh kamuflase dan kepura-puraan. Kekuasaan disetting seolah-olah berpihak pada kepentingan publik, padahal hal itu merupakan taktik eksploitasi untuk memertahankan kekuasaan agar bisa berkelanjutan dan teraih kembali di masa yang akan datang.